Imam
Syafi’i berkata,
“ si gemuk sama sekali tak akan sembuh kecuali menjadi Muhammad
bin Hasan.
“Mengapa?”
seseorang bertanya penasaran.
“karena
beliau berpikir, sebab orang yang berakal pasti berada dalam salah
satu dari dua keadaan, memikirkan akhirat dan tempat kembalinya
kelak, atau
memikirkan dunia dan kehidupannya. Sedangkan kegemukan
dan berpikir itu tidak akan pernah bisa bertemu. Jika orang tidak
memikirkan akhirat atau dunia, maka ia seperti ternak yang pantas
gemuk,” jawab Imam Syafi’i.
Dan
beliau pun melanjutkan kata-katanya:
Pada
zaman dahulu ada seorang raja yang menderita obesitas (kegemukan). Ia
sudah berobat kemana-mana tetapi tak kunjung sembuh, hingga suatu
hari ada orang pandai yang menghadapnya. Orang pandai itu berkata,
“paduka raja, hamba adalah seorang tabib dan ahli perbintangan.
Hamba akan mengamati bintang dan nasib paduka hingga saya dapat
memperkirakan obat buat paduka.
Keesokan
harinya orang itu dibawa lagi menghadap raja dan ia pun berkata, “
paduka raja, obat apa yang harus saya katakan bagi orang yang
umumrnya tinggal sebulan? Inilah diri hamba yang akan menjadi
jaminanya. Jika saya berbohong, bunuhlah saya.
Maka
sang raja pun memenjarakannya. Namun setengah bulan belum berlalu,
badan sang raja sudah kurus (karena memikirkan sisa umurnya, red)
mengetahui kondisi raja yang demikian, si tabib tadi menghadap raja
dan berkata, “Paduka hamba telah mengobati paduka, sekarang
bebaskanlah hamba.” Sang raja pun, akhirnya membebaskan tabib itu
dan memberinya sejumlah hadiah.
Demikian
sepenggal kisah yang dinukil dari buku Ulah
Abu Nawas. Ala para Nabi dan sufi (Hukaya Al-Shuffiyah), karya
Mahmud
Muhammad Said Al-Shaghirji.
Dari kisah di atas ada dua hal yang dapat kita petik:
- Penyakit fisik juga terkait dengan kondisi psikis (kejiwaan) seseorang.
Artinya
betapa banyak keadaan biologis seseorang yang rusak, entah itu
terserang penyakit kegemukan seperti di atas, sakit perut, pusing
kepala, maupun penyakit berat seperti jantung pada mulanya berawal
dari keadaan jiwa kita. Biasanya kondisi jiwa seseorang yang tertekan
(stres), emosional, egois, depresi dan lain-lainnya dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan fisiknya.
Hal
ini lumrah, sebab, ketika orang yang tengah dilanda penyakit kejiwaa,
nalar dan hatinya tidak lagi terkontrol dengan baik. Ia pun tidak
lagi bisa berfikir dengan jernih untuk mengatasinya. Lebih dari itu,
ia kadangkala melupakan Allah SWT tempat segala penyakit dan obat
bersumber.
- Kisah di atas memberi pelajaran agar kita tidak berhenti berpikir
Berpikir
adalah satu-satunya aktivitas utama dan penting yang membedakan
manusia dan hewan”
QS.
Al-Baqorah: 44
44.
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab
(Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
QS.
Al-Imran: 65
65.
Hai ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah[198] tentang hal
Ibrahim, Padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah
Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?
QS.
Al-An’am : 32
32.
Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda
gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar