Jumat, 18 Mei 2012

Obat OBESITAS (Kegemukan)


Imam Syafi’i berkata, “ si gemuk sama sekali tak akan sembuh kecuali menjadi Muhammad bin Hasan.
Mengapa?” seseorang bertanya penasaran.
karena beliau berpikir, sebab orang yang berakal pasti berada dalam salah satu dari dua keadaan, memikirkan akhirat dan tempat kembalinya kelak, atau
memikirkan dunia dan kehidupannya. Sedangkan kegemukan dan berpikir itu tidak akan pernah bisa bertemu. Jika orang tidak memikirkan akhirat atau dunia, maka ia seperti ternak yang pantas gemuk,” jawab Imam Syafi’i.
Dan beliau pun melanjutkan kata-katanya:
Pada zaman dahulu ada seorang raja yang menderita obesitas (kegemukan). Ia sudah berobat kemana-mana tetapi tak kunjung sembuh, hingga suatu hari ada orang pandai yang menghadapnya. Orang pandai itu berkata, “paduka raja, hamba adalah seorang tabib dan ahli perbintangan. Hamba akan mengamati bintang dan nasib paduka hingga saya dapat memperkirakan obat buat paduka.
Keesokan harinya orang itu dibawa lagi menghadap raja dan ia pun berkata, “ paduka raja, obat apa yang harus saya katakan bagi orang yang umumrnya tinggal sebulan? Inilah diri hamba yang akan menjadi jaminanya. Jika saya berbohong, bunuhlah saya.
Maka sang raja pun memenjarakannya. Namun setengah bulan belum berlalu, badan sang raja sudah kurus (karena memikirkan sisa umurnya, red) mengetahui kondisi raja yang demikian, si tabib tadi menghadap raja dan berkata, “Paduka hamba telah mengobati paduka, sekarang bebaskanlah hamba.” Sang raja pun, akhirnya membebaskan tabib itu dan memberinya sejumlah hadiah.
Demikian sepenggal kisah yang dinukil dari buku Ulah Abu Nawas. Ala para Nabi dan sufi (Hukaya Al-Shuffiyah), karya Mahmud Muhammad Said Al-Shaghirji. Dari kisah di atas ada dua hal yang dapat kita petik:
  1. Penyakit fisik juga terkait dengan kondisi psikis (kejiwaan) seseorang.
Artinya betapa banyak keadaan biologis seseorang yang rusak, entah itu terserang penyakit kegemukan seperti di atas, sakit perut, pusing kepala, maupun penyakit berat seperti jantung pada mulanya berawal dari keadaan jiwa kita. Biasanya kondisi jiwa seseorang yang tertekan (stres), emosional, egois, depresi dan lain-lainnya dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisiknya.
Hal ini lumrah, sebab, ketika orang yang tengah dilanda penyakit kejiwaa, nalar dan hatinya tidak lagi terkontrol dengan baik. Ia pun tidak lagi bisa berfikir dengan jernih untuk mengatasinya. Lebih dari itu, ia kadangkala melupakan Allah SWT tempat segala penyakit dan obat bersumber.
  1. Kisah di atas memberi pelajaran agar kita tidak berhenti berpikir
Berpikir adalah satu-satunya aktivitas utama dan penting yang membedakan manusia dan hewan”
QS. Al-Baqorah: 44
            
44. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?

QS. Al-Imran: 65

                
65. Hai ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah[198] tentang hal Ibrahim, Padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?


QS. Al-An’am : 32
               
32. Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?


Tidak ada komentar: